INDONESIA GAUNGKAN KONSEP KARBON BIRU (BLUE CARBON)
Para peneliti di Indonesia terus menggaungkan konsep karbon biru (blue
carbon) sebagai salah satu kontribusi bagi target pengurangan emisi
karbon di dunia. "Konsep karbon biru pertama kali diluncurkan sekitar
Febuari 2010 pada saat pertemuan the UNEP Governing Council/Global
Ministerial Environment Forum di Bali oleh Menteri Kelautan dan Perikanan (Fadel Muhammad) dan Direktur UNEP Achim Steiner," kata Andreas A.
Hutahaean, PhD, salah seorang peneliti dari Badan Litbang Kelautan dan
Perikanan yang terlibat dalam tim Blue Carbon Indonesia, di Jakarta.
Berdasarkan hasil berbagai penelitian, konsep karbon biru adalah salah
satu solusi yang menjanjikan bagi upaya menekan laju perubahan iklim dan
mengurangi timbunan CO2 di atmosfer. Karbon biru, secara prinsip,
merupakan upaya untuk mengurangi emisi karbondioksida di Bumi dengan
cara menjaga keberadaan hutan bakau, padang lamun, rumput laut, dan
ekosistem pesisir. Vegetasi pesisir diyakini oleh kalangan peneliti
dapat menyimpan karbon 100 kali lebih cepat dan lebih permanen
dibandingkan dengan hutan di daratan.
"Selain itu, peran
vegetasi pesisir memiliki keuntungan yang berganda. Bisa untuk tempat
pengembangbiakan ikan, untuk menjaga erosi air laut, dan pariwisata
bahari," ujar Andreas. Lebih lanjut ia menjelaskan bahwa untuk
penelitian karbon biru, "Kami sudah mencoba menerapkannya sejak 2010
melalui pilot project Blue Carbon di Teluk Banten dan Kepulauan Derawan,
Kalimantan Timur."
Dari penelitian Blue Carbon yang dilakukan
Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP),
padang lamun memiliki potensi menyerap dan menyimpan karbon sekitar
4,88 ton/Ha/tahun. Total ekosistem padang lamun di Indonesia dapat
menyimpan 16,11 juta ton karbon /tahun.
Untuk ekosistem
mangrove, rata-rata penyerapan dan penyimpanan karbon sebesar 38,80
ton/Ha/ tahun. Jika di hitung secara total maka potensi penyerapan
karbon ekosistem mangrove adalah 122,22 juta ton/tahun. Di samping kedua
ekosistem tersebut, rumput laut merupakan komoditas ekonomi penting
Indonesia yang berperan penting menyerap emisi karbon. Melalui proses
fotosintesis, rumput laut menyerap antropogenik karbon yang berada di
daerahnya.
Menurut data statistik Kementerian Kelautan dan
Perikanan, luas lahan budidaya rumput laut sekitar 1,11 juta Ha dengan
jumlah produksi tahun 2011 sebesar 4,31 juta ton. Maka dengan rasio
perbandingan rata-rata biomassa:karbon = 3:1, potensi penyerapan karbon
oleh rumput laut adalah sebesar 1,44 juta ton karbon pada 2011.
©[FHI/Antara]
Follow us: @forum_hijau
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Komentarmu ditunggu ya.. :)