Jumat, 16 November 2012

Sawit Musuh Bersama !!!!!

Repost dari Forum Hijau Indonesia 

SAWIT MUSUH BERSAMA!

Indonesia kini berada di masa-masa paling penting dalam sejarah energi dunia! Di saat krisis energi diramalkan akan terjadi 30 tahun ke depan karena habisnya minyak bumi, Indonesia masih bisa tenang-tenang saja karena kita memiliki Kartu As energi terbarukan di dunia. Apa kartu as tersebut? Kelapa Sawit. Tapi benarkah ramah lingkungan?

1. CPO = Cruel Palm Oil
kelapa-sawit a...
ktivis lingkungan banyak memelesetkan kepanjangan CPO yang harusnya Crude Palm Oil menjadi Cruel Palm Oil.

Mengapa tanaman ini sangat dimusuhi oleh para aktivis lingkungan hidup dan dijuluki “tanaman bengis”? Salah satu alasan utama yang tidak diketahui orang banyak adalah fakta bahwa sawit sangat rakus air. Sawit menyedot air dalam jumlah yang sangat besar hingga ke dalam tanah. Ketika 1 wilayah sudah dijadikan perkebunan sawit, maka wilayah tersebut sangat sulit untuk ditanami kembali oleh tanaman lain.

Tanah yang sudah ditanami oleh kelapa sawit menjadi kehilangan unsur hara sehingga ekosistem di sekitarnya menjadi rusak dan tak seimbang lagi. Selain hal ini, timbul banyak masalah turunan lain dari komoditas nomor 1 di Indonesia ini.

2. Kerusakan Hutan Indonesia 28 Juta Hektar, Seluas Negara Filipina!

Miris rasanya ketika 5 tahun lalu, tahun 2007, kita melihat iklan layanan masyarakat mengenai kerusakan hutan di Indonesia namun sampai sekarang tidak banyak yang peduli.

Dalam iklan yang dikeluarkan oleh Kementrian Kehutanan tersebut disebutkan bahwa laju perusakan hutan Indonesia adalah 1,8 juta hektar per tahun. Dalam 1 menit perusakan hutan terjadi seluas 5 kali luas lapangan sepak bola. Dengan kata lain, dalam satu jam hutan seluas 300 lapangan sepak bola rusak. Padahal hutan ini tidak bisa dibuat lagi oleh manusia karena merupakan proses alam yang terjadi selama ratusan tahun.

Perambahan hutan yang tak terkendali untuk perkebunan sawit dituding sebagai penyebab nomor satu deforestasi. Pemerintah daerah dengan gampangnya memberikan konsesi sawit ke para pengusaha. Akibatnya deforestasi Indonesia tidak terbendung lagi.

Padahal di sisi lain, luas hutan Indonesia merupakan yang terbesar kedua di dunia setelah hutan di Amerika Selatan. Kondisinya saat ini adalah rata-rata laju deforestasi hutan di Indonesia dari tahun 1990 sampai 2010 mencapai 1,2 juta hektar per tahun.

Perkebunan sawit tidak pantas disebut hutan.

Biar bagaimana pun ekosistem yang heterogen tidak mungkin bisa digantikan dengan ekosistem yang homogen. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan, kerugian negara akibat kerusakan hutan mencapai Rp 180 triliun. Apakah 180 triliun ini sebanding dengan ekspor sawit kita?

Tentu tidak. Uang bisa dicari namun hutan yang hilang serta satwa yang punah tidak mungkin bisa dikembalikan lagi. Sesal kemudian tidak berguna.

Bank Dunia sendiri sangat serius menanggapi isu deforestasi Indonesia. Bank Dunia sempat menghentikan pendanaan bagi perusahaan-perusahaan kelapa sawit pada September 2009 akibat perusakan lingkungan yang sangat parah di hutan Sumatra dan Kalimantan.

Teman-teman kami di Greenpeace dan World Wildlife Foundation (WWF) juga ikut menyerang industri kelapa sawit dengan menyebut “Palm oil: enemy number one of Indonesia’s tropical rainforests”.

3. Orang Utan Dianggap Hama Sawit
Selamat datang perkebunan sawit, selamat tinggal orang utan! Itulah harga yang harus dibayar untuk industri sawit ini. Perluasan lahan sawit mau tidak mau merusak habitat orang utan, beruang dan harimau. Tidak tanggung-tanggung, orang utan bisa tiba-tiba masuk ke rumah penduduk untuk mencuri nasi. Hal ini mereka lakukan karena memang sudah tidak ada makanan lagi karena hutan mereka sudah dirusak.

Gajah, Beruang dan harimau juga sudah kehilanggan tempat tinggalnya, akhirnya penduduk sipil merasa jiwanya terancam dari hari ke hari. Orang utan pun dibantai secara keji atas perintah para pengusaha sawit. Satu ekor orang utan dihargai 500 ribu sampai 1 juta rupiah oleh pengusaha sawit.

Padahal tidak ada maksud orang utan dan satwa liar lainnya mengganggu perkebunan sawit serta rumah penduduk. Hal ini mereka lakukan karena mereka tidak memiliki pilihan lain.

Manusia telah menjadi monster bagi alam, tahun 2011 saja Washington Post mencatat 750 orang utan terbunuh di Kalimantan. Padahal orang utan adalah satwa endemik Indonesia dan satu-satunya habitat asli mereka adalah Indonesia.

4. 50% Lahan Sawit Indonesia Dikuasai Asing
Untuk siapakah sawit Indonesia? Walhi mencatat bahwa saat ini 50% lahan sawit Indonesia telah dikuasai asing dengan Malaysia sebagai pemiliki mayoritas, sebesar 26%.

Konglomerasi Malaysia, Sime Darby (perusahaan sawit terbesar di dunia), sampai saat ini sudah mengantongi konsesi sawit sekitar 300.000 hektar melalui Minamas Plantation. Dengan dukungan modal yang kuat serta teknologi yang lebih canggih akibatnya banyak perusahaan sawit Indonesia yang tidak bisa bersaing.
Bukankah ini sangat tragis?

Tanah Indonesia hanya dijadikan sapi perahan dan disedot habis-habisan air tanahnya demi perkebunan sawit.

5. Kasus Mesuji - Pembantaian 30 Warga oleh Perusahaan Sawit
Pantaslah jika bisnis sawit disebut sebagai bisnis paling kontroversial di Indonesia. Inilah satu- satunya bisnis di Indonesia yang dibangun di atas tangisan, darah dan air mata rakyat kecil!

Tidak hanya orang utan yang dibantai demi bisnis sawit, tapi juga termasuk manusia! Pembantaian dan kekerasan sadis di Lampung tega dilakukan oleh PT Silva Inhutani, milik warga negara Malaysia bernama Benny Sutanto alias Abeng, demi melakukan perluasan lahan sawit.

Penduduk setempat yang tadinya menanam sengon dan albasia menolak keras ekspansi lahan perusahaan ini. Akhirnya PT Silva Inhutani membentuk PAM Swakarsa yang juga dibekingi aparat kepolisian untuk mengusir penduduk.
Pasca adanya PAM Swakarsa terjadilah beberapa pembantaian sadis dari tahun 2009 hingga 2011. Kurang lebih 30 orang sudah menjadi korban pembantaian sadis dengan cara ditembak, disembelih dan disayat-sayat.

Kesadisan yang dilakukan atas nama bisnis sawit ini mengingatkan kita kembali pada film G30S/PKI. Ironisnya, aparat kepolisian kita yang seharusnya bisa melindungi dan mengayomi kepentingan masyarakat sipil justru mau menjadi kaki tangan pengusaha Malaysia.

6. Hengkangnya GAPKI dari RSPO
Roundtable on Suistanable Palm Oil (RSPO) sangat menyayangkan langkah Gabungan Pengusaha Sawit Indonesia (GAPKI) yang keluar dari keanggotaan RSPO pada 22 September 2011 lalu.

RSPO adalah sebuah organisasi internasional yang memberikan sertifikasi pada komoditas CPO. Sertifikasi RSPO pada CPO inilah yang menyatakan bahwa komoditas CPO tersebut telah sesuai dengan prinsip-prinsip keberlanjutan bagi lingkungan hidup.

Dari hengkangnya GAPKI ini kita bisa melihat bahwa para pengusaha sawit Indonesia ingin menang sendiri dan tidak mau tunduk pada sertifikasi internasional yang mendunia. Di sisi lain, Malaysia sebagai penghasil sawit terbesar kedua di dunia terlihat lebih arif dengan tetap mempertahankan keanggotaannya di RSPO. Keluarnya GAPKI dari RSPO ini pula yang menjadi salah satu penyebab Amerika Serikat menolak sawit Indonesia dengan alasan tidak ramah lingkungan.

Selain AS, selama ini Uni Eropa juga mempersyaratkan standar RSPO pada ekspor kelapa sawit ke kawasan itu.
Jadi ada kemungkinan juga ke depannya negara-negara lain akan ikut menolak sawit Indonesia dan lebih memilih sawit Malaysia yang sudah memiliki sertifikasi internasional dari RSPO.

7. Tidak Ramah Lingkungan
Environmental Protection Agency, otoritas AS yang perhatian terhadap persoalan lingkungan hidup. Penolakan AS ini tentu membuat daya saing kelapa sawit Indonesia melemah. Oleh karena itu, wajar jika Presiden Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono dan Menko Perekonomian, Hatta Rajasa, turut berang.

Namun menyalahkan dan mengkambinghitamkan AS atas boikot ini adalah tindakan yang tidak tepat. Janganlah buruk rupa cermin dibelah.

Seharusnya fokus utama pemerintah bukanlah membuka lahan sawit baru. Ketegasan pemerintah dalam penerapan regulasi ada tentunya akan mampu menjaga kelestarian hayati.

©[Repost Doc (07/07/12) FHI/Berbagai sumber]

Follow us: @forum_hijau


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Komentarmu ditunggu ya.. :)